Tuesday, November 23, 2010

Menuju Pertanian Organik

Jakarta - Kebutuhan pangan di Indonesia dan dunia terus meningkat setiap tahunnya karena pertambahan penduduk. Sejak tahun 1960-an revolusi hijau pun dilakukan sebagai usaha meningkatkan produktivitas pertanian. Berbagai macam usaha seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida kimia, maupun penggunaan varietas tertentu dilakukan untuk mencapai produksi yang diinginkan.

Puncaknya pada tahun 1980-an Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara yang berswasembada beras. Prestasi ini hanya berjalan lima tahun. Namun, masih berdampak hingga sekarang.

Kondisi lingkungan berubah drastis akibat gebrakan revolusi hijau. Penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida dilakukan tanpa mempertimbangkan kerusakan yang terjadi dampak negatifnya bagi manusia dan lingkungan. Dosis pupuk kimia yang terus meningkat menyebabkan kondisi tanah mengalami penurunan kualitas kesuburan. Tanah menjadi keras dan keseimbangan unsur hara maupun mikroorganisme tanah terganggu.

Selain penggunaan pupuk kimia yang berlebihan pestisida kimia juga diberikan tanpa pertimbangan lingkungan. Penggunaan pestisida kimia yang kurang bijak ini menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem maupun kesehatan manusia.

Ekosistem dan habitat makhluk hidup terganggu karena pestisida kimia yang diberikan tidak hanya mematikan hama sasaran. Tetapi, juga binatang lain yang berfungsi sebagai predator dan pengendali lingkungan. Hal ini menyebabkan timbulnya serangan hama terus menerus dan terbentuknya hama yang tahan terhadap pestisida kimia.

Menyoal Pertanian "Kimia"
Pertanian "kimia" atau lebih dikenal pertanian konvensional yang menggunakan bahan kimia tambahan berupa pupuk dan pestisida juga berdampak pada masalah ekonomi petani. Biaya produksi semakin tinggi akibat penggunaan input yang terus meningkat tanpa adanya perubahan yang signifikan pada hasil. Hal ini akan mempengaruhi pada rendahnya tingkat kesejahteraan petani.

Selain itu yang harus diingat pertanian konvensional ini tidak terlepas dari dampak negatif untuk jangka panjang. Menurut Schaller (1993), beberapa dampak negatif dari pertanian konvensional adalah:

1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian.
2. Membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Baik karena pestisida kimia maupun bahan aditif pakan.
3. Pengaruh negatif senyawa kimia pada mutu dan kesehatan makanan.
4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).
5. Meningkatnya daya tahan (resistent) organisme pengganggu terhadap pestisida kimia.
6. Merosotnya daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.
7. Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam yang tidak terbaharui (non-renewable natural resources).
8. Risiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerja pertanian.

Dari sekian banyak bahaya pertanian "kimia" tersebut tentunya mengusik hati nurani kita untuk bisa menghindarinya. Anehnya bahaya ini sudah disadari kita selama bertahun-tahun. Namun, perilaku berdampak negatif tersebut masih saja dilakukan oleh pelaku pertanian di Indonesia.

Ada dua dampak negatif yang berkaitan langsung dengan ekonomi petani. Pertama, pertanian "kimia" telah merosotkan nilai ekonomi petani. Penggunaan bahan kimia semakin lama akan semakin banyak karena daya resistensi hama pengganggu semakin kuat alias kebal. Belum lagi biaya perawatan lahan karena berkurangnya bahan organik yang jelas dibutuhkan tanaman, perbaikan karena erosi, pemadatan tanah, dan kesehatan petani yang rawan karena berinteraksi dengan bahan kimia setiap hari.

Semua ini tentu meningkatkan biaya produksi dan pengeluaran petani sehingga akan berdampak pada kesejahteraan petani. Adanya tingkat kesejahteraan yang rendah menimbulkan anggapan bahwa pertanian kurang menguntungkan, membutuhkan tenaga yang cukup besar, namun hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan kerja yang dilakukan.

Hal ini yang menjadi alasan alih profesi warga desa dari petani menjadi pekerja dalam bidang non pertanian. Berbagai konversi lahan menjadi pabrik dan industri juga berpengaruh nyata terhadap pertanian di Indonesia. Dampak konversi lahan ini tidak hanya penurunan luas lahan subur secara tidak langsung juga meningkatkan alih profesi dari petani menjadi buruh pabrik.

Kedua, ini yang paling membahayakan yaitu menimbulkan mental ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida kimia. Serta mengandalkan bantuan pemerintah. Daya kreativitas petani seolah-olah mati terkubur bersama harapan turunnya harga pupuk dan pestisida kimia atau berharap ada subsidi dari pemerintah. Padahal sejak zaman dahulu kala kita tahu "nenek moyang" petani kita adalah orang-orang yang kreatif memanfaatkan sumber daya alam.

Bahan-bahan alami dari tumbuhan diramu untuk bisa dimanfaatkan sebagai pembasmi hama sehingga bisa menjadi pestisida nabati, pupuk kompos yang juga untuk penyubur tanaman. Hasilnya muncullah buah organik, sayuran organik, dan beras organik yang semuanya melalui perlakuan ramah lingkungan sehingga dikonsumsi lebih sehat.

Kalau kedua hal di atas terus kita biarkan bukan tidak mungkin petani kita akan masuk jurang kemiskinan yang tak berkesudahan. Hidup dengan pendidikan rendah, ekonomi melarat, hidup penuh dengan hutang, harapan hidup anak cucu sebagai penyambung generasi hanya tinggal pasrah pada nasib.

Solusi Alternatif: Konsep Pertanian Organik
Sistem pertanian organik pada mulanya berkembang di negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia Timur (Korea, Jepang, dan Taiwan). Di China, pertanian organik ini berkembang sebelum pupuk kimia tersebar luas pada tahun 1960. Namun, dengan adanya revolusi hijau, sistem ini mulai ditinggalkan karena kalah bersaing dengan pertanian modern yang saat itu mampu menunjukkan peningkatan produksi yang cukup tinggi.

Isu mengenai pertanian organik akhir-akhir ini mulai berkembang kembali dengan semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya kesehatan dan mutu bahan pangan yang dikonsumsi. Residu bahan kimia pada pertanian intensif dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan. Selain alasan kesehatan pertanian organik ini juga diyakini ramah lingkungan karena meminimalkan bahkan tidak menggunakan bahan kimia dalam proses produksi.

Pada dasarnya pertanian organik ini menganut sistem pengembalian yang berarti mengembalikan semua bahan organik yang dihasilkan ke dalam tanah. Baik dalam bentuk limbah pertanaman maupun ternak. Bahan organik ini selanjutnya dapat terurai menjadi unsur hara organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mengembalikan keseimbangan unsur hara dalam tanah.

Keuntungan dari sistem pertanian organik selain meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman maupun ternak yaitu mampu mendukung keseimbangan ekosistem. Dari segi ekonomi dapat mengurangi biaya penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida. Produk organik seperti buah, sayuran, dan beras juga memiliki harga yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan produk pertanian intensif atau kimia.

Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia telah mampu meningkatkan hasil produksi dalam jangka waktu yang singkat. Terkadang hasil yang diperoleh menjadi maksimal dan pemberantasan hama secara terpadu dapat mengurangi dampak serangan hama yang semakin meningkat akibat penggunaan pestisida kimia sebelumnya.

Peralihan sistem konvensional menjadi organik secara menyeluruh di Indonesia ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang telah rusak akibat revolusi hijau. Oleh karena itu diperlukan kerja sama yang baik antar petani dan dukungan dari pemerintah.

Berbagai penyuluhan diperlukan agar dapat mengubah cara pandang petani mengenai pertanian organik yang berkelanjutan sehingga dengan solusi pertanian organik petani kecil secara keseluruhan dapat menerapkannya untuk mengurangi biaya operasional akibat kenaikan harga pupuk dan pestisida kimia yang melambung tinggi. Maka saatnya beralih ke pertanian organik secara berkelanjutan sebagai alternative solusi menghadapi kenaikan harga.

Andi Perdana Gumilang SPi
Tim Markom Lembaga Pertanian Sehat dan Alumni IPB
www.pertaniansehat.or.id
andi.sangpenakluk@gmail.com
081324010428

Sumber:Detik.com

Loading...

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Yuyun Lusini, M.Si, Hp. 081316300285
Ir. Nurul Asni, M.Si, Hp. 08128526140


Jl. Tugu RayaKomplek Timah, Kelapa Dua Cimanggis, Depok – 16951Telp. : (021) 8710001, Fax.: (021) 8728523 Email : akacaraka@yahoo.co.id Website : www.akacn.ac.id